Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Satu Bulan bersama Frau B


Pada Jumat pertama bulan Februari, aku diminta dosenku untuk mengambil pekerjaan menemani profesor dari Jerman selama satu bulan. Aku tak tahu bagaimana detail pekerjaannya, tetapi kelihatannya ini akan menjadi pengalaman yang menarik dan ditambah lagi, dosenku pasti akan memangganggku jika aku menolak 😂. Lagipula, hanya menemani ‘kan? Sepertinya tugasku hanyalah mendampingi profesor tersebut dalam acara-acara kampus tempat beliau bertugas selama sebulan ke depan.

Tidak lama kemudian aku segera dihubungi oleh seorang wanita cantik yang menjelaskan detail pekerjaanku nanti. Betapa syoknya aku, ternyata tugasku tidak sesederhana yang aku bayangkan. Tugasku bukanlah sekedar mendampingi beliau, melainkan menjadi interpreternya, baik secara verbal maupun tertulis. Oh Gott. Dan nantinya beliau akan berbicara panjang lebar kepadaku mengenai pendidikan anak usia dini, bidang tempat beliau hidup sebagai ahli di dalamnya. Bidang yang sebenarnya sangat kusukai, tetapi juga benar-benar asing bagiku.

sumber gambar: https://www.rrps.net/registration/kindergarten_201718 

Ini menjadi masalah, karena kemampuan Bahasa Jermanku belum bagus, baru level menengah o_0 dan pendidikan anak usia dini adalah dunia teramat baru bagiku. Aku tak tahu apa-apa soal anak-anak dan cara mendidik mereka >,< Maka kuhubungi kembali dosenku, kedua dosenku yang berurusan dengan hal ini, terkejut pula. Karena pesan yang mereka dapat memang hanya ‘mendampingi’ bukan ‘menjadi juru bicara.’ Akhirnya aku hubungi wanita cantik tadi dan kujelaskan mengenai kondisi bahasaku. Aku memintanya untuk mempertemukanku dengan sang profesor, satu hari sebelum hari pertama bekerja, agar aku bisa mengetahui, seberapa parah tugasku nanti 😂 serta yang terpenting: apakah pak profesor berkenan dengan aku dan keterampilan berbahasaku.

Kuceritakan kegugupanku akan hal ini kepada teman sekamarku. Dengan baik hati dia menghiburku dan menertawakanku. Aku terus berkata kepada diriku sendiri, “profesornya minta mahasiswa kok, jadi beliau harus berlapang dada dengan kadar kemampuan mahasiswa,” teman sekamarku tertawa semakin riang. Lalu muncul teman yang lain dan berkata, “Vi, hati-hati lho, profesor yang udah tua tuh biasanya sensitif dan galak-galak!” teman-temanku memang jahat! Bukannya menguatkanku malah nakut-nakutin.

Tibalah hari pertemuan itu, petang pukul 6.30, aku tiba di hotel tempat ketiga profesor menginap selama satu bulan. Ternyata, pakar PAUD yang akan bekerja denganku itu ibu-ibu, aku pikir nama beliau adalah nama laki-laki. Dan, ternyata, mereka, terutama Frau B yang akan bersamaku ini, tidak mempermasalahkan bahasaku. Pada pertemuan pertama itu, ketiganya malah memuji-muji Bahasa Jermanku 😂 di lobi, kami berbincang-bincang mengenai berbagai hal kecil, cuaca, iklim, keragaman bahasa, dan rencana au pair serta studi S2-ku.

Ketika kuutarakan niatku untuk au pair dan S2, aku menambahkan bahwa jika aku sudah sampai di Jerman nanti, kami bisa bertemu lagi. Lalu salah satu dari mereka, Frau P, berkata, ‘kamu boleh tinggal di rumahku. Atau di rumahnya dia,’ serunya sambil menunjuk Herr U, satu-satunya laki-laki di antara kami. Herr U menunjukkan ekspresi setuju. Baik sekali menawariku akomodasi gratis pada hari pertama bertemu. 

Setelah asyik mengobrol, kami makan malam bersama. Herr U memesan seporsi nasi, tapi beliau hanya mengambil kurang dari setenghanya. Aku mengambil sisanya, tidak jadi memesan satu porsi nasi yang baru. Frau B dan Faru P tidak makan nasi sama sekali. Bule memang tidak makan nasi, tapi aku masih berpikir, bagaimana rasa kenyang muncul tanpa sebutir nasi pun di perut mereka 😂.

Selanjutnya, aku lupa entah malam itu atau pada hari berikutnya, Herr U dan Frau B mengatakan ingin membantu mencarikanku Gastfamilie untuk au pair-ku nanti. Sebab meski baru bertemu denganku, mereka merasa khawatir akan au pair-ku. Mereka ingin memastikan bahwa aku berada di sebuah keluarga yang baik dan betul-betul mereka kenal dengan baik. Herr U juga menambahkan, bahwa beliau benar-benar ingin aku mendapatkan kesempatan melanjutkan studi. Menurutnya, tidak banyak gadis-gadis Indonesia seusiaku yang berkesempatan memperoleh pendidikan setinggi-tingginya. Oleh karena itu, beliau bersedia membantuku untuk au pair. Aku sangat tersentuh.

Ternyata, mereka sesuai dengan salah satu bayanganku akan mereka sebelum kami bertemu: mereka adalah pakar di bidang masing-masing dan sudah tua, semakin tua dan berilmu, maka pasti semakin rendah hati orangnya. Memang benar. Bahkan pada hari pertama, mereka bertiga menyemangatiku secara langsung dan berkata, ‘saya tahu kamu pasti bisa. Saya yakin,’ dan ‘kerja bagus. Kamu hebat.’ Mereka memiliki budaya memuji dan mengapresiasi orang lain dengan sangat baik.

Setelah beberapa hari bekerja dengan Frau B, ketika kami kembali bertemu dengan banyak dosen dan jajaran dekan fakultas, Frau B berkata mengenalkanku kepada semua orang dalam Bahasa Inggris, ‘dia adalah penerjemah yang sangat baik!’ Padahal Bahasa Jermanku biasa saja, bahkan cenderung amburadul jika aku berbicara langsung dengannya. Meskipun aku paham betul tata gramatika dan kosa kata yang hendak aku ungkapkan, hujan kalimat yang keluar dari mulutku malah berantakan. Praktik secara langsung memang berbeda :D untunglah Frau B dan kedua kawannya selalu mengerti maksud perkataanku meskipun kalimatku terkadang kacau 😁

Frau B yang memang ahli di bidang pendidikan anak usia dini, sudah tentu memiliki rasa sayang dan apresiasi yang tinggi kepada orang lain, kepribadian dan profesinya membuat beliau tahu betul cara untuk mendukung, menyemangati, dan membesarkan hati orang lain, apalagi kepadaku yang masih sangat muda dan sebaya dengan cucu keduanya. Beliau terus mengungkapkan betapa bagusnya kemampuan Bahasa Jermanku dan betapa aku pasti berhasil melakukan ini. Setelah satu-dua hari bekerja dengan Frau B, aku menyadari, pekerjaan ini memang tidak mudah, tetapi machbar, ausführbar. Aku senang sekali bisa menjadi jembatan antara Frau B dengan semua orang di kampus dan di masyarakat sekitar, serta membuat semua orang tahu dan paham atas ilmu yang disampaikan Frau B. Satu bulan ini adalah waktu yang penuh pengalaman baru, penting, dan menyenangkan.

Tak terasa, satu bulan berlalu sejak aku bertemu dengan Frau B untuk pertama kalinya. Pada saat mengantar beliau dan Frau P ke bandara, aku penasaran akan seperti apakah rupa ekspresi kami semua pada perpisahan hari itu. Hari sebelumnya, aku ikut mengantar Herr U dan tenggorokanku sakit karena menahan tangis melihat Herr U melangkah pergi menuju ruang tunggu bandara untuk pulang ke negerinya dan entah kapan bisa bertemu lagi. 

Namun sejak pagi hari aku bertemu dengan Frau B dan Frau P, perasaanku baik-baik saja. Begitu juga saat makan siang, ataupun saat di perjalanan menuju bandara. Kami sangat ceria dan asyik berbincang bersama. Begitu juga saat tiba di bandara, sebentar lagi mereka akan pergi dan aku merasa biasa saja.

Tetapi ketika aku mengeluarkan koper mereka dari bagasi, jantungku mulai berdegup kencang. Lalu saat kami akan melepas mereka pergi, aku merasakan emosi yang cukup dalam. Dalam hati aku berkata, ‘jadi hari ini sudah tiba? Kalian sungguh akan pulang ke Jerman hari ini juga? Sore ini?’ Kami bersalaman dan saling mengucapkan terima kasih. Kami berpelukan dan ketika dosen yang mengantar kami ke bandara berkata, ‘I want to cry,’ tiba-tiba aku air mataku membanjir. Aku menangis tersedu-sedu. Kulirik Frau B dan Frau P, mereka juga bercucuran air mata. Melihat sedu sedanku, Frau P menghampiriku dan memelukku, lalu Frau B juga. Kupeluk Frau B untuk terakhir kalinya. Meskipun hanya bersama kurang dari satu bulan, ternyata berpisah tetap saja terasa sulit.

sumber gambar: http://www.quickmeme.com/p/3vpq88 

Mereka berdua lalu bergegas masuk ke ruang tunggu, kami melambaikan tangan dan bergegas pula menuju tempat parkir. Aku masih menangis dan terisak. Aku masuk ke mobil dan tetap tak bisa berhenti menangis. Kedua rekanku sudah bisa mengendalikan diri mereka kembali dan mulai berceloteh. Tapi aku tidak bisa, aku membutuhkan waktu beberapa saat untuk menenangkan diri, lalu berdiam dan tidak ikut bergabung dalam pembicaraan mereka. Setelah beberapa lama, barulah aku bisa menyimak obrolan mereka dan ikut menimpali.

Pada surat kecil saat perpisahan kami, Frau B menulis:

Liebe Alvi,
Ich möchte Dir danken, für alles, was Du für mich getan hast.
Du warst nicht nur meine Übersetzerin. Du warst meine Assistentin, meine Helferin, meine Kontaktperson.
Du hast eine großartige Arbeit geleitet.
Danke dafür.

Terima kasih Frau B sudah berkenan bekerja denganku yang bukan siapa-siapa ini.


sumber gambar: http://www.iliketoquote.com/this-is-not-a-goodbye-but-a-see-you-soon/ 

Post a Comment for "Satu Bulan bersama Frau B"