Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Masjid Pertama dan Guru Ngaji Baru ~


Hallo zusammen,
pada post kali ini aku mau nyeritain kisahku mencari keluarga di Jerman :D keluarga yang aku maksud bukan keluarga Gastfamilie buat aupair, melainkan keluarga betulan yang bisa menjadi keluarga pengganti selama aku berada jauh dari rumah nan di timur sana. Begini ceritanya…

Masjid Pertama
Sebelum aku berangkat ke Jerman, aku sudah lebih dulu tahu masjid terdekat dari tempat tinggalku di Schwäbisch Hall. Aku menemukan dua masjid di Schwäbisch Hall seperti yang sudah aku telusuri di Google. Yang pertama adalah Hohenloher deutschsprachiger Muslimenkreis e.V. Susah banget dah namanya. Dan yang kedua adalah Mevlana Camii.

Hohenloher deutschsprachiger Muslimenkreis e.V. adalah masjidnya komunitas orang Arab. Jaraknya 10 menit naik bis. Sebelum aku pergi ke sana, aku mengira masjidnya besar, tetapi ternyata relatif kecil, seperti flat apartemen dengan satu ruang tamu besar, dua kamar, dua toilet, dan satu dapur. Baru dua kali aku pergi mengunjungi masjid ini.



Mevlana Camii, Schwäbisch Hall


Sementara itu Mevlana Camii berjarak hanya 3 menit naik bis atau sekitar 15 menit jalan kaki dari rumahku. Masjid Mevlana adalah masjid yang dibangun oleh komunitas Turki di Schwäbisch Hall. Semua pengumuman yang ada di dalam masjid ditulis dalam Bahasa Turki dan Bahasa Jerman, tetapi Bahasa Turki selalu lebih mendominasi. Khutbah dan berbagai acara di dalamnya pun selalu menggunakan Bahasa Turki. Kagak ngerti dah mereka ngomong apa... Tetapi jika mereka berbicara dengan kita—orang yang tidak berbahasa Turki—tentu saja mereka menggunskan Bahasa Jerman

Sejak di Indonesia, aku sudah membayangkan bahwa Masjid Mevlana akan menjadi rumah keduaku di Schwäbisch Hall setelah kamarku sendiri di Wohnung-ku. Aku memang sengaja mengakrabkan diri dengan masjid ini karena aku ingin tetap memiliki atmosfir Islam yang kuat di sebuah negeri asing minoritas Muslim. Selain itu, aku juga ingin mempunyai keluarga baru yang hangat dan bernuansa Islam sangat kental. Maka dari itu, sesampainya di Schwäbisch Hall, aku segera menyempatkan diri untuk pergi ke masjid modern ini.


ruang sholat jama´ah laki-laki


Na ja, karena jaraknya yang cuma 15 menit jalan kaki, aku berangkat 15 menit sebelum adzan maghrib. Eh, malah nyasar dulu beberapa menit… sebab aku berjalan ke arah yang berlawanan dari jalur menuju masjid. Jadinya lama di jalan deh 😂. Ketika akhirnya sudah deket, aku melihat menara masjid! Senang sekali rasanya, akhirnya menemukan masjid lagi.

Ketika aku tiba di depan masjid, masjidnya terlihat seperti gedung biasa. Bangunannya terdiri dari 3 lantai. Lantai satu atau yang disebut orang Jerman sebagai Erdgeschoss (lantai dasar) adalah toko Turki yang menyediakan berbagai kebutuhan sehari-hari termasuk produk daging halal. Lantai dua atau yang disebut orang Jerman sebagai erster Stock (lantai satu) adalah bagian masjid untuk jama´ah laki-laki, dapur besar, ruang pertemuan, kantor, dan perpustakaan. Lantai tiga atau yang disebut orang Jerman sebagai zweiter Stock (lantai dua) adalah bagian masjid untuk jama´ah perempuan, dua ruang pertemuan, dan dapur kecil. 

Gara-gara nyasar, sholat maghrib sudah keburu dimulai ketika aku tiba di masjid. Selain itu, aku masih harus mondar-mandir mencari ruang sholat perempuan. Aku tak bisa menemukannya… Jelas tak akan pernah bisa ditemukan, karena ruang shalat perempuan terdapat di lantai tiga. Ketika aku masih celingukan mencari ruang perempuan, sholat berjamaah maghrib yang berharga itu keburu usai. 
Setelah sholat, imam masjid yang memimpin jama'ah berbalik badan ke arahku. Pandangannya bertemu dengan pandanganku, beliau mungkin bertanya-tanya, ´kok ada perempuan mondar-mandir?´


tempat aku mondar-mandir malam itu

lantai perempuan 


Setelah celingukan beberapa menit, akhirnya aku menemukan tangga gelap yang menuju ke ruang perempuan di lantai tiga. Tangganya tersembunyi, pantas saja aku tak langsung menemukannya. Aku pun naik ke tangga itu. Tak ada siapa-siapa di ruangan itu. Rupanya perempuan di sini juga jarang ke masjid, mereka hanya ke masjid pada acara khusus tertentu yang diadakan masjid. 
Karena gelap, aku meraba-raba dinding mencari sakelar lampu, ketemu, aku nyalakan dan aku pun segera berwudlu´. Akhirnya aku sholat... Luar biasa bahagia! Dan karena Mevlana adalah masjid pertama yang aku temukan di Jerman, ada semacam ikatan batin yang kuat yang aku rasakan di sana. Berada di mesjid ini rasanya menentramkan. Sejuk dan damai.



tempat sholat perempuan


Ba´da sholat, aku turun ke lantai dua untuk menemui imam. Aku ingin bertanya apakah ada pengajian rutin untuk perempuan atau semacamnya di masjid ini. Aku juga ingin tahu kapan dan bagaimana aku bisa bertemu dengan muslimah-muslimah lainnya. Tapi masjidnya sepi sekali. Lampunya bahkan dimatikan. Mungkin semua orang sudah pulang, pikirku kecewa. Lalu, saat itu, kulihat sebuah ruangan yang memancarkan secercah sinar harapan 😂. Ruang itu adalah ruang pertemuan yang berisi sederetan meja dan kursi serta dapur mini. Ruang itulah satu-satunya ruangan yang lampunya menyala, dan… terdengar ada suara orang sedang mengaji di sana!


inilah ruang pertemuan itu (atau mungkin juga ruang makan)


Kupikir, mungkin itu suara imam yang tadi aku lihat. Aku pun bergegas menghampiri sumber suara. Ternyata ada dua orang di dalam ruangan itu. Satu orang sedang mengaji dan satu orang lainnya menyimak. Senang sekali aku menemukan masih ada orang di masjid itu dan bahkan sedang membaca al Quran. Keduanya begitu fokus dengan mushaf di depan mereka, mereka sampai tidak menyadari bahwa aku datang dan tengah berdiri di depan pintu.



tempat wudu´ di lantai 2

Guru Ngaji Baru

„Assalaamu´alaikum,“ ucapku. Mereka berdua menengok ke arahku dan menjawab salamku. Mereka terlihat agak terkejut sekaligus senang melihatku. Aku pun masuk dan mereka mempersilakan duduk. Aku segera memperkenalkan diri dan mengemukakan alasanku berada di masjid itu. Salah satu dari mereka, yang selanjutnya menjadi guru ngajiku, berkata kepadaku bahwa imam masjid akan datang 30 menit lagi dan akan memberi tahuku mengenai pengajian untuk perempuan. Guru ngajiku itu kemudian berkata, „tadi saya melihat lampu di lantai perempuan menyala. Saya berpikir, ada siapa di sana? Biasanya selalu gelap. Ternyata kamu.“

Salah satu di antara mereka berasal dari sebuah negara di Afrika yang baru kali itu aku dengar namanya: Eritrea. Beliau sangat baik dan senang bercanda. Beliau sangat sibuk, tetapi ketika memiliki waktu, beliau dengan senang hati menyempatkan diri belajar membaca al Quran kepada sahabat sekaligus guru ngajinya, yang juga kemudian menjadi guru ngajiku.


selain di ruang pertemuan, kadang kami duduk di sudut ini juga untuk mengaji


Nah guru ngaji baruku berasal dari Suriah. Beliau adalah seorang alim dan berprofesi sebagai apoteker (dulu, di Suriah). Sekarang beliau masih berjuang mencari pekerjaan sebagai apoteker, bidang keahliannya yang sangat digemarinya. Namun sejak beliau dan keluarganya pindah ke Jerman, beliau 'kehilangan' profesinya sebagai apoteker. Jika tak terjadi perang di tanah air mereka, beliau tak akan berimigrasi mencari suaka ke Jerman dan akan tetap hidup tenang dengan usaha apoteknya yang maju di Damaskus. 

Ustadz baruku ini adalah salah satu tokoh panutanku. Beliau adalah orang yang sangat rendah hati, lembut, dan yah… pokoknya luar biasa sholeh, tidak bisa diuangkapkan dengan kata-kata… Aku sering berpikir, bagaimana caranya sih beliau bisa sesholeh itu.

Selanjutnya, kepada mereka aku berkata bahwa aku ingin belajar mengaji. Lalu guru mengajiku langsung memintaku untuk membaca al Quran. Kalau tidak salah, saat itu mereka sedang membaca surat al Mudatsir. Lalu aku membaca surat tersebut. Mereka memuji-muji bacaanku. Baik sekali mereka menyanjungku seperti ini, pikirku. Ternyata mereka bahagia sekali mengetahui bahwa orang Indonesia yang jauh dari tanah Arab pun bisa membaca al Quran 😂.

Guru mengajiku lalu berkata, „apa kamu punya waktu besok? Kalau iya, datanglah kemari. Besok ada yang akan menikah di sini. Banyak orang akan datang dan juga ada banyak makanan. Datanglah agar kamu bisa bertemu dengan muslimah-muslimah lainnya.“

„Memangnya boleh?“ tanyaku karena aku tak kenal dengan orang yang akan menikah, aku bahkan belum kenal siapa-siapa kecuali dua orang di hadapanku itu. 

„Ya, tidak apa-apa. Pokoknya datang saja.“

Beberapa saat kemudian, imam masjid datang menghampiri kami lalu aku memperkenalkan diri. Imam tersebut berkata, „ich habe gesagt, ein Mädchen kommt!“ („saya sudah bilang kan, ada seorang gadis datang!“). Imam yang masih sangat muda ini berasal dari Turki. Umurnya baru 34 tahun. Orangnya lucu dan supel.


interior masjid


Imam atau yang sering disebut orang Turki sebagai Hoca itu kemudian menjelaskan kepadaku bahwa pengajian hanya diadakan untuk anak-anak dan program ini dipimpin oleh istrinya. Sayangnya, istri beliau sudah harus kembali ke Turki lima hari lagi karena visanya akan segera berakhir. Dua bulan kemudian Hoca pun juga akan kembali ke Turki, imam yang baru kemudian akan datang dan memimpin masjid Mevalana untuk 5 tahun berikutnya. Rupanya memang begitu sistem pemerintahan 'perimaman' di masjid Mevlana.

Guru mengajiku lalu berkata, „besok Alvi boleh datang kan? Besok ada yang mau menikah kan di sini?“

„Menikah? Bukan. Tidak ada yang menikah. Besok itu acara syukuran seorang wanita yang baru kembali dari naik haji,“ jawab Hoca..

„Hahaha. Oh, saya kira acara pernikahan,“ kata guru mengajiku lagi.

„Silakan datang, Alvi. Nanti kamu bisa berkenalan dengan banyak wanita Turki. Aku mengundangmu,“ ucap Hoca. 

Tidak lama kemudian waktu 'isya tiba. Adzan berkumandang, tetapi hanya dapat didengar di sekitar area masjid saja. Di Jerman, masjid dilarang menyerukan adzan menggunakan pengeras suara yang membuat warga di sekitar masjid merasa terganggu dengan suara panggilan adzan yang nyaring.

Aku kembali ke lantai tiga dan akhirnya bisa ikut sholat berjamaah. Bahagia dan terharu sekali rasanya. Aku baru bertemu orang-orang ini hari itu tetapi sudah aku duga akan segera menjadi keluarga dan memang begitu adanyalah selanjutnya.


tangga masjid di dekat toko 


Pada pertemuan berikutnya di masjid, aku berkata kepada guru mengajiku bahwa aku ingin belajar al Quran secara rutin kepada beliau. Alhamdulillaah beliau tidak keberatan dan justru dengan senang hati mau mengajari kami yang belum bagus bacaannya ini. Peserta pengajian juga tiba-tiba bertambah menjadi lima orang.

Dan… dengan belajar kepada ahlinya seperti beliau, bacaanku yang keliru dengan mudahnya ketahuan dan segera dibetulkan oleh beliau. Kebanyakan adalah kekeliruan-kekeliruan yang kasat mata (dan kasat telinga) atau sebelumnya aku kira sudah benar. Beruntung sekali aku bertemu dengan orang seperti beliau di sini. Beliau bahkan mengajari kami setiap hari, padahal beliau pasti sudah lelah karenak aktivitasnya sendiri sepanjang hari.

Di Indonesia, aku tak selalu antusias mengaji. Aku merasa, pengajiannya masih banyak, besok juga ada lagi. Pekan depan juga ada lagi. Di masjid yang lain juga ada lagi. Mudah didapat… seperti barang murah meriah. Ada di mana-mana dan tak ada habisnya. Namun sekarang di Jerman, majlis ta´lim terasa mahal. Tidak bisa dengan sangat mudah didapat. Langka. Masjidnya tidak sebanyak di tempat kita. Dan tidak ada banyak tawaran pengajian. Namun, justru di sinilah aku menemukan semangat baru untuk mengaji. Dan orang-orang baru yang segera menjadi keluarga.

Dan begitulah aku menemukan kembali keluarga di sini… Biasanya, aku jarang sekali bisa merasa sangat dekat dan nyaman dengan orang yang baru aku kenal… tetapi di sini, aku bisa cepat berhubungan baik dengan orang-orang Muslim. Sebab, aku merasa butuh. Aku butuh dikelilingi oleh orang yang sepaham denganku dalam agama, terutama di sekeliling mereka yang gemar mendekatkan diri kepada Allah. Dan beruntung sekali, setiap orang baru yang aku temui selalu segera menganggapku sebagai saudara atau bahkan anak, ini lebih dari yang aku harapkan. Allah always gives me everything beyond my expectation :). 


area bagian depan/tempat parkir
Mevlana Moschee

menara masjid yang aku lihat dari kejauhan
Foto-foto ini aku ambil pada masa-masa awalku di Schwäbisch Hall. 

2 comments for "Masjid Pertama dan Guru Ngaji Baru ~"

  1. Alhamdulillah, ikut senang vi di jerman sana kamu menemukan keluarga dan rumah Allah dengan segera. :')

    ReplyDelete