Schwäbisch Hall & Corona
Per hari ini, Selasa, 7 April 2020, jumlah orang yang terinfeksi Virus Corona di Jerman adalah 105.519 jiwa (arcgis.com) dan jumlah kematian yaitu 1.607 jiwa (rki.de). Peringkat pertama adalah Amerika Serikat dengan jumlah 378.289 jiwa, disusul Spanyol sebanyak 140.511 jiwa dan Italia 132.547 jiwa. Mengejutkan sekali melihat posisi Jerman, rumah saya saat ini, memiliki jumlah terkonfirmasi hampir semasif Italia.
Di bawah Jerman sendiri ada banyak negara yang peningkatan infeksinya pesat, seperti Perancis, China, Iran, Inggris, Turki, Swiss, Belgia, Belanda, Kanada, Austria, Portugal, Brazil, dan Korea Selatan. Rentang selisih angka infeksi negara-negara ini adalah 10.000 hingga 20.000. Tingginya lonjakan jumlah terinfeksi di Eropa membuat Korea Selatan sudah bukan lagi negeri 'paling kasihan' akibat Covid-19, begitu juga China yang menjadi titik awal merebaknya Corona.
Di bawah Korea Selatan adalah israhell dengan jumlah konfirmasi sebanyak 9.006 jiwa, lalu disusul oleh berbagai negara, salah satunya Indonesia di peringkat 37 (2.738), yang jumlahnya sedikit lebih baik dari Arab Saudi dengan angka 2.795 (akankah haji tahun ini ditiadakan? ☹️). Sementara itu, jumlah terkecil adalah di Sudan Selatan dan Timor-Leste, masing-masing sebanyak satu jiwa.
Di Schwäbisch Hall, kota tempat tinggal saya di Jerman, terdapat 722 kasus dengan jumlah korban meninggal dunia sebanyak 19 orang. Data ini saya dapatkan dari swp.de per Selasa, 7 April 2020.
Baca juga: Ustadz-ku dari Negeri Syam
Jerman sebagai salah satu negara maju, dan kaya tentunya, memiliki fasilitas kesehatan yang jauh lebih baik dari Indonesia. Sebelum pasien pertama muncul di kota kami, rumah sakit Kota Schwäbisch Hall telah menyatakan siap jikalau ada warga kota yang positif terpapar Corona. Hingga kini pun ketika jumlah korban terus bertambah, rumah sakit masih tetap dapat menangani pasien dengan baik tanpa kesulitan besar seperti yang terjadi di Indonesia. Pihak rumah sakit bahkan siap untuk menambah ruang isolasi yang baru jika diperlukan. Tak hanya itu, beberapa negara bagian di Jerman bahkan menerima pasien Corona dari Perancis, sebagai bentuk solidaritas kepada negeri tetangga. Sayang sekali tanah air kita tidak bertetangga dengan Jerman.
Saya tidak takut, saya juga tidak panik. Namun saya tetap memantau perkembangan Corona di Jerman dan di kota saya khususnya. Melihat kondisi di Schwäbisch Hall yang terlihat 'cukup terkendali,' saya jadi miris melihat kondisi medis Indonesia yang serba tak siap dan banyak kekurangan. Saya sering melihat foto-foto dokter dan perawat Indonesia di media sosial yang berjuang di garis terdepan dengan berbekal senjata 'seadanya.' Tertidur 'berserakan' dan kelelahan dengan jam kerja yang 'menggila.' Sungguh pemandangan yang berbeda dengan kota saya di sini. Saya hanya bisa berdoa semoga ibu pertiwi dan seluruh dunia segera pulih dari pandemi ini.
Lalu, bagaimana kondisi Jerman lebih jauh lagi?
Jerman tidak menerapkan lockdown, Jerman hanya menarapkan Kontaktverbot atau larangan kontak. Peraturannya seperti ini: 1) pertemuan di luar rumah hanya diizinkan dengan maksimal satu orang lainnya saja dan harus menjaga jarak setidaknya 1,5 meter. Namun hal ini dikecualikan bagi anggota keluarga, atau bukan anggota keluarga tetapi tinggal satu atap. Sementara itu, pergi ke luar rumah seorang diri untuk berolah raga atau menghirup udara segar tetap diperbolehkan, termasuk membawa hewan peliharaan untuk berjalan-jalan. 2) Pergi bekerja, jika work from home tidak memungkinkan. 3) Berbelanja. 4) Perawatan darurat. 5) Pergi ke dokter. 6) Menolong orang lain secara umum. 7) Menghadiri pemakaman, dengan jumlah terbatas dan jarak yang cukup untuk setiap orang. 8) Pindah rumah, jika sama sekali tidak bisa ditunda. 9) Menggunakan transporasi umum. Khusus untuk bis, penumpang tidak diperkenankan naik dari pintu depan bis yang berhadapan langsung dengan sopir, melainkan dari pintu keluar bis yang berada jauh dari sopir. Di dekat sopir juga dipasang garis batas merah-putih yang memisahkan area sopir dan penumpang. Sopir bis juga tidak melayani lagi pembelian tiket langsung, pembelian tiket hanya dapat dilakukan secara online.
Secara umum, saya tidak menilai warga kota dalam kondisi panik. Hanya saja, kota kami terasa sepi. Bagaimana tidak, semua sekolah dan universitas libur, kebanyakan perkantoran dan toko tutup, dan tidak banyak orang yang lalu lalang di pusat kota. Saat ini musim semi baru saja dimulai dan cuaca hampir selalu bagus, tetapi orang-orang tetap tinggal di rumah.
Bagaimana dengan pasar? Pasar loak sudah tidak ada :D di Jerman, pasar loak sangatlah digemari. Orang dari berbagai kalangan sering membeli berbagai barang dari pasar loak, karena memang kualitasnya masih bagus dan harganya murah (tidak semua orang Jerman selalu membeli barang baru). Namun pasar yang menjual bahan makanan tetap diizinkan, seperti Pasar Sabtu di kota saya misalnya. Selain itu, pasar swalayan tentu saja tetap buka. Di pasar swalayan, bahan makanan cenderung cepat habis. Pihak toko sampai memasang pengumuman untuk membatasi bahan-bahan yang paling cepat habis, di antaranya: tepung dan gula (pembelian maks. masing-masing 3 kemasan), susu (maks. 1 kemasan), tisu toilet dan tisu makan (maks. 2 kemasan).
Baca juga: Funny Sections with The Professors
Beras tak jadi incaran utama di sini, sebab makanan pokok warga Jerman sangat beragam, di antaranya adalah roti, kentang, bulgur, beras, dan pasta. Namun beras bukanlah primadona. Di sini, tisu toilet lebih banyak diburu dibandingkan beras. Pada bulan Maret lalu, banyak orang berbondong-bondong membeli tisu toilet, khawatir tak bisa 'bersih-bersih' usai menyelesaikan hajat di wc. Saya merasa itu sangat lucu, bukankah air membersihkan jauh lebih baik daripada tisu yang lembaran itu? Saya tak habis pikir mengapa orang Jerman tak mempertimbangkan air untuk urusan yang satu ini. Bahkan ada orang yang menjual tisu toilet dengan harga mahal di ebay, salah satu platform jual beli online. Ternyata orang aneh memang ada di mana-mana.
Untungnya, persedian segala macam barang dan bahan makanan di Jerman selalu aman. Produk-produk yang baru selalu kembali memenuhi rak, menggantikan segala hal yang habis pada hari sebelumnya. Begitu juga dengan harga, harga tetap aman dan stabil, tidak naik melejit hanya karena banyak dicari. Yang disayangkan adalah cabe. Sulit sekali menemukan cabe—yang pedas—di sini. Yah, baik ada Corona maupun tidak, cabe pedas selalu langka di sini :(
Selain cabe, masalah yang saya rasakan di sini adalah masjid. Sudah lebih dari sepekan ini masjid tutup. Sepekan sebelumnya, masjid masih tetap boleh dikunjungi, hanya saja tidak ada shalat berjama'ah dan tidak ada pengajian bersama setelahnya. Sejak sekitar sepekan lalu, pengajian rutin dengan ustadz dan kawan-kawan saya yang lain diadakan secara online. Kami mengaji melalui whatsapp. Sayang sekali, tetapi semua pihak memang harus secara serius mencegah penyebaran Corona. Semoga Allah segera mengangkat wabah ini, semoga kita semua selalu dilindungi Allah melalui cara apa pun...
Berikut adalah galeri foto Kota Schwäbisch Hall pada Hari Ahad.
![]() |
Mesjid Mevlana di Schwäbisch Hall |
Post a Comment for "Schwäbisch Hall & Corona"
Drop your comments here and tell me your thoughts about my post :)