Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Ramadan dan Corona



Hallöchen,

saya kembali lagi dengan update Ramadan di Schwäbisch Hall tahun ini. Ramadan kali ini nggak sama dengan tahun-tahun sebelumnya, tidak hanya untuk saya, melainkan untuk semua orang di seluruh penjuru dunia. Ramadan dengan corona.

Tahun lalu saya bisa dengan leluasa pergi mengunjungi berbagai keluarga Suriah dan Turki di Schwäbisch Hall, agar saya bisa merasakan suasana seru berbuka dengan keluarga. Bahkan setiap hari Jumat dan Sabtu, masjid kami mengadakan buka bersama yang dihadiri banyak sekali orang. Wajah-wajah cantik khas Turki memenuhi masjid, berjejalan di antara meja dan sajian buka puasa.

Tahun ini, sangat berbeda. Tidak ada ifthar bersama di masid. Saya juga hanya mengunjungi satu keluarga saja. Saya ingin bertanya pada keluarga-keluarga lainnya, apakah saya boleh berkunjung, sebagaimana biasanya sebelum corona menyerang, tetapi rasanya tidak tega. Saya tidak mau ikut menyebarkan virus ke rumah orang tanpa saya sadari. Mereka berkata, semoga corona segera pergi dan kami bisa makan bersama lagi.

Pada ifthar pertama, saya ingin sekali makan bersama, dengan manusia 😂. Saya tidak mau, ifthar pertama saya lalui seorang diri. Maka, saya undang tetangga-tetangga saya yang sesama muslim. Sayangnya hanya satu orang saja yang sedang berada di rumah. Ya sudah, tidak apa-apa. Lagipula dia muslimah, tidak masalah jika kami makan berdua.

Saya membuat ayam panggang dengan bumbu dan rempah-rempah yang berlimpah (yang bisa saya temukan di sini). Ayamnya tidak saya panggang di atas arang, melainkan saya panggang di oven selama 50 menit, begitu kata resep di internet. Ketika maghrib tiba, kami segera menyantap hidangan berbuka. Kami sampai lupa membatalkan puasa dengan kurma yang sudah saya siapkan di atas meja 😂.

Hari berikutnya, tetangga muslim saya yang lain sedang berada di rumah juga. Maka saya undang juga dia untuk makan bersama. Kali ini saya memasak opor ayam. Saya sengaja tidak menambahkan cabai ke dalam kuah opor, sebab teman yang satu ini berasal dari Suriah dan orang-orang Suriah tidak tahan makan pedas.

Kali ini, kami makan bertiga. Setelah beberapa lama kami makan, tetangga Suriah saya mengeluhkan hidungnya yang ingusan 😂. Dia meminta tisu. Bahkan hanya dengan sedikit merica di kuah saja anak itu sudah tidak tahan, bagaimana jika saya tambahkan cabai sesuai selera orang Indonesia? Mungkin dia akan harus dilarikan ke rumah sakit.

Setelah makan, dia berjanji akan mengundang saya untuk ifthar di lantai atas, di lantainya.

Beberapa hari kemudian, tetangga muslim saya yang lainnya tiba-tiba menelepon saya ketika saya sedang memasak hidangan berbuka untuk saya sendiri. Dia minta untuk dibukakan pintu, hari ini dia memasak dan ingin membawakan saya sedikit makanan untuk berbuka, begitu katanya. Saya pun keluar dan membukakan pintu. Dia berdiri dengan nampan dan makanan di atasnya.

Ketika saya terima nampan itu, saya berpikir, banyak sekali porsinya. Nasi, hidangan daging domba berkuah, dan salad. Nasinya setara dengan dua kali porsi makan saya. Dan cukup mengejutkan, rasanya enak. Saya tidak mengira dia pandai memasak 😂.

Tiga hari kemudian saya menginap di rumah sebuah keluarga Suriah. Saya menghabiskan waktu bersama mereka selama dua hari. Itu adalah akhir pekan yang menyenangkan. Akhirnya saya merasakan Ramadan dengan keluarga sungguhan, setelah beberapa hari sejak puasa dimulai.

Beberapa hari kemudian, tetangga saya kembali membawakan saya makanan. Baik sekali, pikir saya. Tetangga yang dulu berjanji memasak untuk saya malah masih belum juga memberi kabar.

Dua hari kemudian, tetangga yang sudah berjanji untuk memasak itu akhirnya mengundang saya untuk ifthar bersama. Dia bilang, dia juga pandai memasak. Saya penasaran dengan apa yang akan dia masak.

Dua puluh menit sebelum adzan maghrib, saya pergi ke lantainya dan saya mendapati dia dan dua teman muslim lainnya tengah memasak. Saya dipersilakan duduk dan tidak diperkenankan untuk membantu.

Ketika makanan akhirnya dihidangkan, waw... makanannya terlihat sangat lezat. Mereka menyajikan nasi berwarna merah dan oranye yang kemungkinan berasal dari warna paprika atau cabai (yang tidak pedas tentu saja). Warnanya sangat menarik perhatian. Rasanya gurih dan taburan kacang almond, walnut, dan kismis, membuat cita rasa menjadi semakin pas. Mereka juga memanggang ayamwhole chickenyang juga lezat. Lalu ada juga hidangan ikan, baru kali ini saya melihat orang Suriah memasak dan memakan ikan. Dan, tentu saja, tak ketinggalan salad serta roti pipih. Makan malam yang luar biasa untuk ukuran pelajar yang saya kira malas memasak.

Hanya satu kekurangannya, tidak ada sambal 😂.

Ternyata Ramadan di tengah-tengah corona tidak suram. Saya tetap merasakan makan bersama. Bersyukurlah kalian yang menikmati sahur dan ifthar dengan keluarga. Itu berharga.

Sementara itu, masjid tercinta kami akhirnya diizinkan kembali untuk dibuka. Yeay! Masjid dibuka sejak hari Sabtu, 9 Mei lalu. Pengurus masjid mengatakan, ada beberapa peraturan yang harus kami patuhi:
1. Orang dengan gejala sakit tidak boleh hadir di masjid.
2. Anak-anak di bawah 12 tahun dilarang untuk ikut ke masjid.
3. Setiap orang yang berkunjung ke masjid harus membawa sajadah masing-masing dari rumah.
4. Wajib datang dengan memakai masker, kecuali ketika shalat berlangsung.
5. Wajib menyemprotkan desinfektan tangan yang disediakan di depan masjid dan mengoleskannya ke tangan secara merata.
6. Wajib menuliskan nama dan nomor telepon pada kertas presensi.
7. Toilet dan tempat wudhu dilarang untuk dimasuki, jamaah harus berwudhu di rumah.
8. Shalat didirikan secara berjamaah dengan jarak antarorang setidaknya 2 m.
9. Kami hanya diperkenankan untuk shalat shubuh, zhuhur, dan 'ashar. Tidak ada shalat maghrib, 'isya, apalagi tarawih.
10. Masjid akan segera ditutup dan dikunci oleh imam masjid ketika semua jamaah sudah keluar dari masjid. Tidak boleh ada yang berdiam di lingkungan masjid setelah selesai shalat, baik di dalam maupun di halaman masjid.
11. Shalat Jumat ditiadakan.
12. Shalat 'idul fitri (di seluruh masjid komunitas Turki) tahun ini ditiadakan.

Peraturan resmi untuk jamaah masjid dalam Bahasa Jerman dan Turki

Sudah lama sekali rasanya saya tidak menginjakkan kaki di masjid. Oleh karena itu, ketika masjid kembali dibuka, saya sengaja hadir untuk mendirikan shalat berjamaah. Saya datang untuk shalat 'ashar.

Dari lantai atas, saya lihat jamaah laki-laki hanya beberapa orang saja, masing-masing menghamparkan sajadah berjauhan satu sama lain. Kondisi yang aneh. Rasanya benar-benar tidak normal dan seperti tidak nyata. Apakah ini benar-benar terjadi?

Beberapa hari yang lalu, ustadz saya berkata beliau menjadi khatib shalat Jumat di sebuah masjid komunitas Arab di Kota Bad Mergentheim. Ternyata di masjid komunitas Arab, shalat Jumat tetap diadakan, begitu juga dengan shalat 'ied nanti. Ustadz saya menjelaskan, shalat Jumat dibagi menjadi dua sesi, agar jamaah tidak membludak dalam satu waktu. Pada shalat 'ied nanti beliau akan kembali menjadi khatib dan shalat 'ied akan kembali dibagi ke dalam dua kloter.

Begini saja sudah lumayan, bukan? Patut disyukuri. Perlahan-lahan, Allah mulai membuka kembali rumah-Nya untuk kita kunjungi. Sejak awal Mei kemarin, kehidupan di sini memang berangsur normal. Hal ini dikarenakan tingkat infeksi corona di Jerman mulai menurun dan terus menurun.

Pemerintah mulai memperbolehkan pertokoan dan perkantoran untuk kembali dibuka, begitu juga dengan sebagian sekolah. Kontak antarorang juga sudah lebih longgar, hanya tetap harus memperhatikan jarak dan tidak boleh bergerombol. Tadi siang saya malah melihat cafe yang dipenuhi pengunjung, terutama cafe yang menawarkan sinar matahari langsung. Mereka menikmati sinar matahari bersama keluarga.

Kota kami kembali hidup dan tidak sepi lagi. Apalagi cahaya mentari semakin cerah seiring musim semi yang terus mendekat pada musim panas. Bebungaan mekar semakin banyak dan pepohonan mulai menghijau, tidak gundul lagi seperti pada musim dingin. Kehidupan mulai pulih dan tidak suram lagi, teman-teman. Walaupun saya masih punya satu jadwal ujian hari Jumat nanti 😂. Tidak apa-apa, saya suka ujian 😂.

Saya dengar dari ibu saya di rumah, di Indonesia khususnya Jawa Barat, baru diterapkan PSSB (Pembatasan Sosial Skala Besar) ya. Semoga kalian sekeluarga selalu sehat ya. Di mana pun kalian berada.

Sampai jumpa di post selanjutnya.

Post a Comment for "Ramadan dan Corona"