Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

A Sundanese Polyglot - Tips Belajar Bahasa Asing

bahasa languages sprachen


Bahasa

Bahasa adalah hal yang menurut saya sangat menarik. Saya sangat senang belajar bahasa, baik karena kebutuhan maupun sekedar penasaran. Apalagi jika kita bisa memahami orang lain dengan bahasa mereka, walaupun masih belepotan, itu sangat menyenangkan! Lawan bicara kita pun akan terkesima dan tersentuh, melihat orang asing dapat berbicara dalam bahasa mereka. Selain itu, bahasa juga dapat menjadi nilai plus dalam kompetensi kita. Orang yang dapat berbahasa asing dinilai out of the box karena bisa memahami 'dunia luar' dengan lebih baik. 


Bahasa yang Saya Gunakan

1. Bahasa Sunda

Bicara soal bahasa, memang tak akan pernah terpisahkan dari bahasa ibu. Sebagai orang Sunda, Bahasa Sunda adalah bahasa pertama saya (my lovely mother tongue). Sejak kecil hingga dewasa, bahasa yang melekat paling rekat di kepala adalah Bahasa Sunda. Bagaimana tidak, keluarga dan lingkungan tempat saya tumbuh menyelimuti saya dengan pembelajaran Bahasa Sunda yang masif. Oleh karena itu, jika saya berbicara secara spontan, yang keluar secara otomatis dari seorang sundanese native speaker seperti saya adalah Bahasa Sunda. Sebagai contoh, seorang teman kerja bertanya kepada saya dalam Bahasa Jerman. Karena saya tidak menyimak pertanyaannya, secara naluriah saya bertanya balik dalam Bahasa Sunda, "kumaha?" Tanya saya kepada bule si penanya. 


2. Bahasa Indonesia

Selain orang Sunda, saya juga orang Indonesia, begitulah hasil terakhir kali tes warna kulit sawo matang saya yang berpotensi menjadi gosong saat Sommer (musim panas). Keuntungan kita sebagai orang Indonesia adalah: kita punya bahasa resmi negara, yaitu Bahasa Indonesia. Berdampingannya bahasa daerah dengan bahasa ibu pertiwi di lingkungan tempat kita tumbuh, memudahkan kita untuk menyerap kedua bahasa tersebut tanpa susah payah. Dengan demikian, kita menjadi penutur Bahasa Indonesia dengan mudahnya!


3. Bahasa Inggris

Bagaimana dengan Bahasa Inggris? Banyak keluarga kalangan atas yang berkelas internasional di Indonesia membiasakan anak-anak mereka untuk berbahasa Inggris. Sebagai kalangan pribumi kelas pepes ikan, saya baru mengenal Bahasa Inggris di sekolah dasar. Namun, sejak di tingkat dasar inilah ketertarikan saya pada bahasa asing sudah dimulai dan terus berlanjut hingga kini. 

Sebagai seorang pelajar yang senang belajar bahasa asing, Bahasa Inggris tentu saja tidak luput dari perhatian saya. Berbekal sedikit tata bahasa ditambah kebiasaan saya untuk mendekatkan diri dengan Bahasa Inggris, saya pun pada akhirnya berbahasa Inggris juga. Yah, tidak bagus-bagus amat sih. Tapi tetep aja, secara memalukan, sampai sekarang Bahasa Inggris saya masih sedikit lebih bagus dari Bahasa Jerman saya 😅. Padahal saya sudah tinggal di Jerman dan sudah sangat jarang memakai Bahasa Inggris. 


4. Bahasa Jerman

Di dunia S1, saya mengambil jurusan Bahasa Jerman untuk bidang pengajaran. Dimulailah petualangan Bahasa Jerman saya. Semenjak saya terdampar di Jerman sejak satu tahun setelah lulus kuliah, Bahasa Jerman saya yang dulu masih secepat laju sepeda ban kempis, mulai meningkat perlahan-lahan seiring penggunaannya yang lebih intensif dibandingkan saat zaman S1 dulu. Bayangkan saja, saat itu Bahasa Jerman hanya dipakai dalam suasana perkuliahan saja. Di luar itu, "halah angel, enggo Boso Jowo wae"  (alah, susah, pake Bahasa Jawa aja). Jadilah saya belajar Bahasa Jawa juga dari lingkungan jurusan Bahasa Jerman yang ditimbun Bahasa Jawa. 


5. Bahasa Jawa (?)

Sampai sekarang, saya masih bisa mengerti Bahasa Jawa dengan cukup baik, logatnya saja yang tidak saya kuasai 😁. Secara umum saya bisa menimpali obrolan dalam Bahasa Jawa dengan cukup lancar (atau mungkin juga tersendat-sendat). Lain cerita jika harus berbicara dalam Bahasa Jawa kromo, yang sopan itu lho. Nah kalau dalam tingkatan yang itu saya menyerah, saya cuma tahu kata 'pripun' (bagaimana). Makanya saat KKN, saya selalu meminta orang lain untuk menjadi 'juru bicara' saya, agar saya tidak salah omong ketika ditanya seorang simbah. Untunglah setidaknya tidak pernah terucap: "jenengmu sopo mbah?" 😅 

 

Lalu, bagaimana tips belajar bahasa asing yang saya terapkan?


Berikut adalah tips untuk mempelajari bahasa baru: 

1. Belajar secara Formal

Belajar secara formal kepada seorang guru menurut saya sangat penting. Sebab sistem formal menawarkan pembelajaran yang sudah terstruktur dengan baik. Segala halnya sudah diatur dengan baik dalam kurikulum, silabus, dan materi pembelajaran. Kita tidak perlu belajar secara acak tanpa tahu mana yang harus kita pelajari terlebih dahulu. 

Saya pun dulu pernah belajar Bahasa Inggris secara formal di sebuah tempas les. Meskipun hanya 2x sepekan selama satu tahun, tetapi ilmu yang saya dapatkan melekat hingga kini, terutama tata bahasa dasar. Kalau sudah dapat 'dasar-'nya, tinggal dikembangkan dan bisa dilanjutkan dengan belajar secara autodidak. 

Selain melalui les Bahasa Inggris (atau bahasa apa pun), kita bisa juga memaksimalkan pembelajaran bahasa asing di sekolah. Saya teringat guru-guru Bahasa Inggris saya di sekolah yang sangat kompeten dan mengajarkan Bahasa Inggris dengan sangat menyenangkan. Seru-nya dapet, ilmu-nya juga dapet. 


2. Chatting

Pada zaman SMP saat mulai maraknya facebook, saya mengasah Bahasa Inggris saya sedikit demi sedikit melalui chatting. Melihat bagaimana kita bisa terhubung dengan manusia beragam rupa, bangsa, dan bahasa, saya menjadi sangat antusias untuk mempelajari Bahasa Inggris sekaligus menjalin persahabatan internasional. Hampir kepada setiap teman-teman asing dari facebook saya utarakan keinginan saya untuk belajar Bahasa Inggris dari mereka. Kebanyakan dari mereka mengiyakan dan sangat mendukung niat belajar saya. 

Lucunya, Bahasa Inggris saya saat itu mungkin baru bernilai 50/100. Oleh karena itu, saya membutuhkan bantuan kamus secara mutlak 😂. Sembari chatting, kamus yang berharga itu selalu saya pangku untuk mencari terjemah kata yang tidak saya tahu, ataupun menerjemahkan kata yang hanya saya tahu dalam Bahasa Sunda dan Indonesia saja. Meski tidak praktis dan sangat merepotkan (dan lama!), saya tidak pernah menyerah. Justru saya semakin bersemangat melihat orang lain bisa memahami apa yang saya maksud dan berhasil menangkap apa yang mereka utarakan. 

Perlahan-lahan, ketergantungan saya pada kamus mulai menurun tanpa saya sadari. Saya mulai bisa berujar dengan lebih spontan. Saya mulai bisa menimpali obrolan dengan cepat dan otomatis. Selain itu, saya juga memperoleh banyaaakkk~~~ sekali kosakata baru serta pembelajaran tata bahasa. Asyik, kan?


3. Nonton Film 

Selain melalui chatting, saya juga mulai membiasakan diri menggunakan subtitle Bahasa Inggris saat menonton film-film berbahasa Inggris. Awalnya agak sulit, karena percakapan dalam film cenderung lebih cepat dibandingkan saat chatting (ketik-kirim-baca-balas). Dengan gemas, seringkali saya harus mem-pause film, lalu mencari terjemah kata yang saya tidak mengerti pada aplikasi kamus di laptop. Itu benar-benar merepotkan, pemirsa, apalagi di tengah-tengah adegan yang lagi seru-serunya. Tokoh protagonis terbang untuk menyerang sang antagonis, lalu tiba-tiba membeku karena saya pause

Sebagian orang tidak suka menonton film (seperti suami saya misalnya). Kalau tidak suka menonton cerita fiksi, bisa juga diganti dengan menonton film dokumenter! Selain sama-sama audio-visual, kita juga akan memperoleh informasi dan ilmu yang bermanfaat. Bagus kan, suami saya saja tidak merasa itu buang-buang waktu 😂. 

Film dokumenter juga cukup menjadi andalan saya dalam belajar Bahasa Jerman, sebab menurut saya film-film fiktif Jerman nggak asyik, eung. Garing 😂

Daaan... percayalah setelah beberapa lama, sebagaimana saya, kamu pun akhirnya akan terbiasa menonton film (fiktif maupun dokumenter) dengan subtitle Bahasa Inggris (atau bahasa apa pun) tanpa harus banyak mem-pause lagi.


4. Menyimak

Menyimak adalah hal yang bagi saya sulit untuk dilakukan. Sebagai orang visual, saya cenderung membutuhkan sesuatu (hal/gambar yang relevan) untuk dilihat, agar saya dapat meng-input sesuatu ke dalam otak. Bayangkan, di tengah-tengah ujian Listening Comprehension saja, bisa-bisanya saya malah melamun 😂 dikarenakan tidak ada sesuatu yang bisa saya jadikan acuan secara visual untuk membantu saya menyimak

Maka dalam hal menyimak, tips saya adalah untuk kembali menonton film. Sebab selain mempelajari bahasa secara tekstual pada subtitle, kita juga bisa menyimak cara pelafalan dan intonasi berbagai kata/kalimat, serta aksen! Asyiknya lagi, tanpa saya sadari, semua input itu terekam dalam broca's area, bagian otak yang bertanggung jawab dalam memproduksi dan memahami bahasa (klik di sini untuk membaca lebih detail tentang broca's area dari neuro scientifically challenged). 

Kalau kamu orang audio atau kinestetik, mungkin 'menyimak' akan lebih mudah buat kamu. Jika memang begitu, mungkin bisa kamu coba untuk menyimak audio-audio dalam Bahasa Inggris. Atau kalau tetap ingin bergambar, maka kembali lagi ke poin no. 3 di atas: nonton film dokumenter.


5. Membiasakan (Memaksakan) Diri Membaca Teks-teks Berbahasa Target

Saat masa-masa SMP hingga SMA, saya sering memaksakan diri membaca teks-teks pendek berbahasa Inggris. Awalnya tentu saja sulit, maka saya pun hanya mau membaca teks bertema ringan saja. Namun lama-kelamaan, seperti yang sudah bisa kamu duga, akhirnya terbiasa juga. Padahal sebelumnya, tumpukan teks-teks semacam itu bagi saya hanya kumpulan kata-kata asing yang entah apa artinya. 

Tantang juga dirimu untuk membaca sebuah buku berbahasa target. Kamu nggak perlu mengambil buku tebal dengan tema bernegara yang ideal. Cukup ambil yang ringan-ringan saja dulu, novel contohnya. Semisal saya dulu, saya pernah membaca sebuah novel remaja berjudul The Big Fudge karya Tempany Deckert. Bukunya tipis dan bahasanya ringan serta mudah dipahami. 

Lalu, ini bagian yang paling penting: setelah membaca buku pertama dalam bahasa asing targetmu, kamu akan kaget melihat kenyataan bahwa itu 'nggak susah-susah amat!' Kamu akan terkesan dengan dirimu sendiri, karena ternyata itu mudah. 

Mengapa mudah? Mari kita coba analisa sedikit. Case: Kamu sudah bisa mengerti teks-teks pendek dengan tema ringan. Kebetulan teks-teks ringan ini selalu ada kelanjutannya dan kamu baca terus sampai selesai hingga menjadi sepanjang satu buku. Sama aja, kan, dengan kamu membaca sebuah buku? Iya, sebetulnya membaca buku berbahasa asing itu memang sesederhana itu! Apalagi kalau itu cuma novel, bahasa yang digunakan cenderung mudah dibandingkan buku nonfiksi tentang strategi penjualan, misalnya. Maka dari itu, ayo, pilih buku seru pertamamu dan rasakan kekagetan pertamamu mampu memahami sebuah buku berbahasa asing! 


6. Praktik Verbal

Praktik verbal paling asyik dilakukan dengan penutur asli. Kalau kamu punya teman asing, teman kuliah misalnya, cobalah menjadi tandem partner. Kamu bisa minta diajari bahasa mereka dan mereka bisa mendapatkan pembelajaran Bahasa Indonesia dari kamu. Lebih dari sekedar asyik, kan? Sekalian jadi duta bahasa dan budaya juga deh!

Selain secara langsung, aduh, udahlah ya, saya gak perlu ngajarin kamu. Kamu tahu sendiri kan, ada Skype, Messenger, Zoom, dan saudara-saudarinya agar kamu bisa terhubung dengan orang berbahasa apa pun secara online. Sok mangga praktikkan. 


Sedikit cerita penutup

Dari antusiasme saya dalam mempelajari bahasa, bisa dilihat bahwa saya memang berminat dan serius. Bahkan saat kelas satu SMA, saya memohon-mohon kepada guru BK, agar diusahakan lahir jurusan bahasa di SMA kami. Sayangnya keinginan saya tidak bisa dikabulkan, sebab prosedurnya terlalu rumit, dan begini, dan begitu, dst. 

Ketika saya lulus SMA dan duduk di tingkat I kuliah, muncullah tiba-tiba jurusan bahasa di SMA almamater saya. Sometimes things get better once you leave it. Ya sudahlah. 

Sebagai kesimpulan, pada akhirnya, dengan segenap usaha autodidak yang saya lakukan pada masa remaja, saya dapat berkomunikasi dengan cukup baik dalam Bahasa Inggris. Nggak betul-betul bagus juga sih, tapi lumayan lah bisa dipake 😁. Lalu muncul Bahasa Jerman, dengan pengaruh lingkungan, sekarang saya mulai berbahasa Jerman dengan logat Schwäbisch. Schwäbisch adalah dialek Bahasa Jerman di sekitar daerah Schwäbisch di negara bagian Baden-Württemberg. 


Nah, kalau kamu, sampai di mana pembelajaran bahasa asingmu? 

36 comments for "A Sundanese Polyglot - Tips Belajar Bahasa Asing"

  1. Asa bisa karena biasa yak. Saya malah aneh, dulu pas kecil itu, saya ngomong Bahasa Indonesia pake logat Sunda, sejak pindah ke Jawa, saya jadi ngomong Bahasa Indonesia pake logat Jawa.

    Wkwkwkk..

    Saya masih pengen belajar bahasa Korea nih, biar kalau nonton streaming, nggak usah nunggu diterjemahin. Wkwkk.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, kalau terbiasa dan dibiasakan, logat juga dapet 🤗

      Delete
  2. Duluuuuu bgt pas SD aku sempat les private bhs Jerman


    Tapi kayaknya kurang greget yhaaa

    Jadinya ya cuma les bentar doang.
    Trus lupa dehh

    ReplyDelete
    Replies
    1. Saya dulu juga pernah belajar bahasa yang greget ga keluar, jadi gak serius akhirnya 😅

      Delete
  3. Kalau dikatakan senang belajar bahasa asing sih tidak juga, tapi lebih kepada tuntutan. Kalau ga belajar, ya ga ngerti bacaan atau tontonan yang menjadi favorit. Alasan awal aku belajar bahasa asing (inggris) sih itu. Kalau secara formal, aku agak susah mengingatnya, lebih senang belajar dari media hiburan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sama, saya juga paling banyak belajar secara informal, kayak yg saya tulis di atas, jadinya malah lebih intensif dan lebih nyerep

      Delete
  4. Jangan kan bahasa asing yang lain mbak bahasa inggris pun udah gak ngeh lagi hehehe emang bahasa tuh harus dipraktikkan ya jadi ga cukup les saja

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betul banget, kalo gak dipraktikkan cuman ada teorinya aja di kepala. Giliran bicara, malah lola dan belepotan karena gak terbiasa 😉

      Delete
  5. Wuih keren ambil Jerman, aku belajar Bahasa Jerman selama setahun waktu masih SMA, dan perasaan nggak ada yang nempel di otakku deh kecuali ich liebe dich :D :D

    Aku dulu punya cita2 pengen jadi polyglot, apalah sekarang... karena nggak dipraktekkan, ya ambyar semua :D :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya saya dulu juga belajar bahasa jepang di SMA, tapi karena gak dipake lagi, yang sisa cuma ungkapan2 umum aja

      Delete
  6. Andai berusaha seperti Mbak Alvianti ini dulu, mungkin saya lancar berbahasa inggris. Kini nasi telah jadi bubur, Batang usia sudah tinggi. Sisa hidup telah mendekati garis finish. Ya, sudah. saya tetap bersykur. di usia mendekati kepala tujuh saya masih sehat dan berkesmpatan pula menikmati dunia teknologi. Meskipun sekadar bisa mengoperasikan lap top. He he ...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hebat sekali Bu Nur, terus produktif itu yang penting 👍👍👍

      Delete
  7. Wiwin | pratiwanggini.netApril 29, 2021 at 9:19 AM

    Walo enggak lancar-lancar amat, alhamdulillah saya masih bisa praktek bahasa inggris setiap hari. Kebetulan karena lingkungan kerja saya adalah sekolah internasional. Tips belajar bahasa asing memang kuncinya praktek. Anak saya dulu belajar bahasa asing lewat game, trus banyak prakteknya lewat chatting dengan teman-temannya dari belahan dunia lain.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Metode belajar anaknya Bu Wiwin sama kayak saya, cuman bedanya lewat game 😊

      Delete
  8. Saya suka sebetulnya belajar bahasa, cuma kalo bahasa itu harus dipakai terus ya supaya tetap lancar dan ingat. Contoh saya waktu SMA belajar bahasa Jepang, cuma karena gak dipakai sehari2 ya menguap aja sayang banget. Giliran kuliah berkomunikasi sama orang jepang langsung cuma bisa yang basic2 aja. Wkwk. Emang harus dibiasakan terus dipakai kalau belajar bahasa..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sama, saya juga dulu belajar bahasa jepang di sekolah, sekarang tinggal ungkapan-ungkapan dasar aja yang nyisa

      Delete
  9. Aku juga suka belajar bahasa asing Mbak. Bahasa asingku adalah bahasa Arab dan bahasa inggris dan sekarang mengajar di jurusan bahasa Arab. Bahasa asing harus dipraktikkan karena kalau ndak praktik bisa-bisa lupa lalu hilang.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Saya juga pengen banget belajar bahasa Arab. Tapi skrg udah ga suka chatting kaya pas jaman SMA, jadi gak ada tandem partner deh

      Delete
  10. Ya Allah... mangku kamus. Jadi keingat dulu pas sekolah bawa-bawa kamus segede gaban. Dulu mah belum ada google translet ye...wkwkwk. Saya tuh selalu beranggapan orang polygot tuh keren banget lho. Dulu suka membayangkan saya bisa cas cis cus dengan berbagai bahasa. Sayangnya saya kayaknya enggak bakat,huhu. Selain bahasa inggris, saya pernah belajar bahasa arab dan jepang, tapi nguap semua. Asa enggak ada yang nyangkut gitu ilmunya,huhu

    ReplyDelete
    Replies
    1. Saya lebih akrab sama kamus dulu, dibandingkan sama google translation, soalnya jaman dulu hapenya masih jadul banget, malah nggak tahu apa bisa buka tab baru buat translator, jadinya pasti sama kamus 😂

      Delete
  11. aku yang ngaruh banget itu nonton. Pernah bule amrik, bule inggris muji aku dikira sering keluar, padahal nonton we haha. Temenku juga banyak dari game

    ReplyDelete
  12. wah iya ya mbak, banyak cara yg mudah biar bisa belajar bahasa asing ya, aku juga paling benyak belajar dgn melihat film

    ReplyDelete
  13. Sama dong mbak bahasa yang paling melekat bahasa sunda, sampai sekarang kalau ngomong sama ortu masih pakai bahasa Sunda. Wah jadi dulu ketergantungan sama kamus bahasa Inggris ya, tapi jadi ada manfaatnya juga sih. Aku belajar bahasa asing biasanya dari film trus cari tau artinya gitu

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sama, fim nya di-pause dulu terus cari artinya 😂

      Delete
  14. Waw... Keren ya belajar berbahasanya, dari Inggris ke Jerman, dari sunda ke jawa. Semangat belajar berbahasa.

    (btw tadi aku salah kirim coment, malah ketik kolom contact me dong, hahaha)

    ReplyDelete
  15. Keren Mbak.. Saya cuma bisa bahasa Indonesia dan sedikit bahasa Inggris.
    Ortu orang Banjarnasin dan suami saya Sunda, kedua bahasa itu saya hanya bisa mengerti. Nggak berani ngomong karena khawatir salah

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalau khawatir salah itu sama kayak pas saya bicara bhs jawa pas kkn jaman kuliaj dulu 😂

      Delete
  16. Jaraaaang banget ada yang bisa menguasai Bahasa Jerman. Jadi inget Mr. Habibie yaa..
    Pake doonk, kak...buat nulis blogpost.
    HIhii...biar pembaca jadi ikutan belajar.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Saya pake juga kok, tapi yang baca kebanyakan cuma bule

      Delete
  17. Pengen banget bisa Bahasa Inggris, baik bicara maupun tulisan. Nyesel deh, dulu pas zaman sekolah gak belajar baik-baik Bahasa Inggris. Udah umur segini masih belum bagus juga Bahasa Inggris saya..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Saya juga makin lama makin lupa bhs inggris, udah jarang dipake soalnya, di sini jarang banget ada orang yang pake bhs inggris

      Delete
  18. Praktek dengan terjun ke lapangan tentu berbeda dengan hanya belajar secara teori saja, ya. Prakteknya kadang kadang gitu maksudnya. Belum lagi cara pengucapannya. Mendengar langsung dari orang asli sana tentu juga berbeda jika kita sendiri yang mengucapkan. Terkadang belum fasih 😂🤭

    ReplyDelete
    Replies
    1. Belum lagi dialek setempat yang gak pernah kita pelajari sama sekali sebelumnya 😂

      Delete