Perkenalan dengan Mualaf Jerman (dan Operasi Penyelamatan Alquran)
Suatu hari saya ingin membeli rok panjang sebagaimana yang biasa saya pakai. Di Indonesia, rok panjang bisa ditemukan di hampir semua toko pakaian, tetapi di Jerman rok panjang cukup sulit ditemukan. Di sini, rok panjang biasanya memang paling banyak di jual pada musim panas, itu pun hanya untuk sekedar mode. Rok panjang bukanlah pakaian yang lumrah dipakai, apalagi oleh wanita muda. Di sini, kebanyakan orang lebih nyaman mengenakan celana jeans. Apalagi pada musim dingin, mana ada orang yang mau memakai rok, sebagian orang justru sengaja mengenakan thermal pants.
Ada sebuah toko pakaian di pusat kota yang menyediakan rok panjang, sayangnya tidak ada satu pun yang sesuai selera saya. Akhirnya saya cari grup jual beli pakaian wanita di facebook, baik baru maupun sudah dipakai. Di grup ini, kita tidak hanya bisa menjual pakaian, melainkan juga menukar ataupun memberi secara cuma-cuma.
Saya lihat grup tersebut aktif dan interaksi di antara anggotanya sopan dan ramah. Saya pun dengan bersemangat menulis sebuah post, bahwa saya sedang mencari rok panjang, baik baru maupun sudah dipakai. Saya juga menambahkan, saya membutuhkan rok dengan ukuran yang spesial, sebab badan saya kecil mungil. Agak sulit memang, mencari pakaian yang pas di badan bagi orang Asia yang mungil seperti saya. Jika saya menumukan sesuatu yang sesuai selera, celana misalnya, maka celana itu muat di bagian pinggang, tetapi terlalu panjang untuk kaki saya. Terkadang pakaian di bagian anak-anak bisa lebih pas ukurannya dengan badan saya 😆.
Beberapa saat kemudian saya mendapatkan beberapa tawaran rok. Mereka menampilkan foto rok yang mereka tawarkan di kolom komentar. Salah satu di antaranya mengirimi saya pesan secara pribadi, sebut saja namanya Anika. Anika mengatakan bahwa badannya juga tidak terlalu tinggi. Kami pun berbalas pesan dan ternyata dia tinggal tidak jauh dari rumah saya, hanya sekitar 16 menit perjalanan mobil.
Yang mengejutkan adalah, dia berkata bahwa dia adalah seorang mualaf, dan dia adalah orang Jerman! Saya sangat terkejut dan berkata, akan menyenangkan bila kita bisa bertemu. Anika lalu berkata bahwa dia sering pergi ke mesjid di kota kami untuk mendirikan sholat dan sekedar mencari ketenangan. Saya jadi berpikir, jika dia sering ke masjid, seharusnya kami pernah bertemu, karena hampir setiap hari saya pergi ke masjid. Saya lalu teringat pada seorang gadis yang pernah beberapa kali shalat di samping saya di masjid, apakah itu Anika?
Saya pun berkata bahwa saya juga sangat sering ke masjid, terutama untuk shalat magrib dan 'isya. Anika lalu berkata, "kamu pasti gadis yang selalu shalat memakai mukena biru, 'kan?" tanyanya dengan emoticon tertawa.
"Iya, itu aku!" ucap saya. Saya dan mukena biru itu memang pasti sulit dilupakan secara visual. Mukena biru yang dimaksud Anika adalah salah satu mukena Turki yang tersedia di masjid. Karena mukena itu dibuat untuk perempuan Turki, maka ukurannya yang seharusnya tidak melewati mata kaki, justru terlalu panjang dan terlalu besar untuk saya.
Setelah itu, saya dan Anika saling bertukar nomor hand phone dan kami berjanji untuk bertemu agar kami bisa berkenalan lebih lanjut dan Anika bisa memberikan 'hadiah' yang dia janjikan untuk saya. Namun hadiah yang dimaksud bukanlah rok panjang yang saya harapkan, rupanya ketika dia memeriksa lemari bajunya, dia lupa bahwa sebagian besar roknya telah dia donasikan ke Suriah. Akhirnya dia menghadiahi saya beberapa gaun panjang yang dia punya. Dia bahkan mengantarkannya langsung ke rumah saya.
Setelah menerima 'kado' dari Anika, kami lalu berjalan-jalan bersama. Ternyata dia memang gadis yang pernah beberapa kali shalat di samping saya di masjid. Selesai shalat dan berdoa, saya tidak pernah sempat berkenalan dengannya, hanya sekedar menyapa dan tersenyum. Setelah shalat saya memang selalu bergegas turun ke ruang bawah untuk mengaji dengan Ustadz saya yang berasal dari Damaskus, Suriah.
Sebelumnya, Anika berkata bahwa dia juga tidak berpostur tinggi. Tetapi tetap saja, tidak tinggi versi Jerman adalah semampai bagi ukuran orang Indonesia. Untung saja gaun yang diberikan Anika kepadaku muat dan tidak kepanjangan.
Meskipun itu adalah kali pertama kami berkenalan secara langsung, tetapi kami merasa segera akrab. Menyenangkan sekali berbincang-bincang dengannya. Dia sangat sopan dan ramah. Dia juga menutup aurat secara sempurna dan sangat percaya diri dengan penampilannya, dia bangga dengan identitas kemuslimahannya. Selain itu, dia juga cantik jelita—tentu saja, dia bule dan berhijab, kalian bayangkan sajalah Kristen Stewart berhijab.
Beberapa hari setelah kami bertemu, saya menemukan situs jual beli online yang sangat populer di Jerman. Uniknya, di sana tidak hanya ada pilihan untuk menjual dan membeli, melainkan juga melelang, menukar, dan memberi secara cuma-cuma. Saya penasaran dengan barang-barang yang diberikan oleh orang Jerman secara gratis, barang macam apa yang akan diberikan oleh mereka begitu saja, pikir saya. Saya lalu memilih lokasi kota saya pada bagian itu. Ternyata ada begitu banyak barang yang ditawarkan, baik dalam kondisi baik, lecet, rusak, atau bahkan masih baru dan tidak pernah dipakai. Barang-barang yang tersedia juga sangat beragam, mulai dari buku, perabotan rumah, alat-alat elektronik, pakaian, perlengkapan sekolah, tanaman hias, dan sebagainya.
Ketika saya sedang scrolling, tiba-tiba saya menemukan suatu barang yang tidak biasa. Barang itu adalah mushaf Alquran! Pada judul item-nya tertulis: Alquran untuk diberikan secara cuma-cuma. Saya berpikir, mengapa ada orang yang mau memberikan mushaf Alquran begitu saja? Kalau badan infaq dan shodaqoh atau masjid, maka saya tidak akan heran. Siapa orang ini, pikir saya. Saya lalu mengklik item tersebeut untuk melihat deskripsi barang dan pemilik akun yang menawarkan kitab suci itu.
Pemilika akun itu bernama (sebut saja) Müller. Itu adalah nama Jerman. Saya kembali berpikir, mengapa seseorang bernama Müller ini memiliki mushaf Alquran? Pada bagian deskripsi barang, saya menemukan tulisan: hanya akan diberikan kepada yang mau membacanya saja! Saya semakin heran, siapa orang ini dan ada apa dengannya? Pikiran saya berimajinasi ke mana-mana. Saya merasa, mungkin orang bernama Müller ini dihadiahi mushaf Alquran oleh temannya yang Muslim, meskipun Müller bukanlah seorang Muslim. Setelah beberapa lama mushaf itu ada di rumahnya, mungkin dia tidak lagi tertarik untuk menyimpannya lebih lama. Oleh karena itu dia ingin memberikan mushaf itu kepada orang lain. Teman Muslimnya pasti pernah mengatakan bahwa seorang pemeluk Islam sangat disarankan untuk membaca dan mengkaji Alquran, tidak hanya disimpan atau dipajang. Maka si Müller ini ingin memastikan mushaf hadiahnya sampai kepada orang Islam yang memang mau membacanya.
Skenario lain yang ada di kepala saya adalah, bahwa Müller mungkin pernah tertarik mempelajari agama Islam. Namun di tengah jalan, ia tidak lagi tertarik untuk mengkajinya lebih dalam, oleh karena itu dia ingin memberikan mushaf miliknya kepada orang lain yang mau membaca dan mempelajarinya. Dengan dua skenario ini, saya langsung merencanakan operasi penyelamatan Alquran. Saya khawatir orang bernama Müller ini ingin segera 'menyingkirkan' mushafnya dan saya takut dia mungkin menyimpanna di tempat yang kurang layak atau bahkan membuangnya. Meskipun tidak ada penjelasan pada kolom deskripsi yang mengatakan bahwa, jika tidak ada yang mau memiliki mushaf tersebut maka mushaf akan dibuang, tetapi saya tetap merasa cemas akan kemungkinan buruk yang bisa saja terjadi pada mushaf itu.
Saat itu juga saya segera menulis pesan kepada Müller, saya memperkenalkan diri dan mengatakan bahwa saya adalah seorang Muslim. Saya juga menanyakan, kapan saya bisa mengambil mushaf yang dia tawarkan itu. Setelah itu saya menunggu dia untuk membalas pesan saya. Sebenarnya saya tidak membutuhkan mushaf tersebut, saya membawa mushaf saya sendiri dari Indonesia. Tetapi jika ada sebuah mushaf yang membutuhkan rumah baru, maka lebih baik saya ambil saja, daripada ia jatuh ke tangan yang salah, batin saya.
Beberapa saat kemudian saya mendapatkan pesan, tetapi bukan di platform jual beli, melainkan di whatsapp. Pesan itu dari Anika dan dia bertanya, "Alvi, apa kamu baru saja mengirimiku pesan di ebay?" Saya tercenung, mengapa Anika bertanya begitu?
"Aku baru saja mengontak seseorang bernama Müller. Mengapa kamu bisa tahu bahwa aku baru saja menggunakan ebay?" Jawab saya, balik bertanya.
"Ya, itu aku! Müller adalah nama belakangku," jawab Anika.
"Apa? Lagi-lagi kamu, Anika!" Saya terkejut dan tertawa. "Mengapa kamu ingin memberikan mushaf itu, Anika? Mengapa tidak kamu simpan saja?" Tanya saya.
"Aku senang menghadiahi orang lain mushaf Alquran. Jika mushaf itu dibaca oleh penerima mushafku, maka aku juga akan mendapatkan pahala juga," jelasnya.
Saya merasa lega bahwa mushaf itu baik-baik saja dan tidak perlu terburu-buru saya jemput. Lucu sekali, saya sudah sangat khawatir, tetapi ternyata mushaf itu sedang bersantai di rumah Anika. Lagi-lagi Anika, baik di dunia nyata maupun di dunia maya.
Anika lalu berkata, "Tetapi Alvi, kamu harus menunggu hingga mushafnya sampai ke rumahku."
"Menunggu? Memangnya mushafnya tidak bersamamu?" Tanya saya.
"Tidak, mushafnya akan aku pesan dahulu," jawab Anika.
"Jadi kamu harus membeli dahulu mushafnya? Kalau begitu tidak perlu, Anika, aku bisa membelinya sendiri," cetus saya segera.
"Tidak, tidak apa-apa. Aku ingin tetap memberikannya kepadamu. Nanti aku akan mengabarimu lagi jika mushafnya sudah sampai."
Ya sudahlah kalau begitu, pikir saya. Anika memang ingin beramal shaleh, biar saya bantu dia untuk beramal shaleh. Dia mungkin sudah menanti-nanti orang yang ingin mendapatkan mushaf darinya. Jika nanti saya membaca mushaf pemberiannya, amal shaleh Anika akan semakin besar, apalagi ternyata dia sedang belajar mebaca Alquran dan belum dapat dengan lancar membacanya.
Tidak berapa lama setelah itu, seorang teman saya yang lain yang juga merupakan seorang Mualaf, mengirimi saya pesan. Dia adalah Sabina dan berasal dari Makedonia. Sabina berkata dia dan suaminya sedang mencari mushaf Alquran dan bertanya apakah ada orang yang bersedia memberinya sebuah mushaf. Sabina dan suaminya memang sedang tidak dalam berada kondisi ekonomi yang baik. Saya pun berkata ya dan segera menghubungi Anika. Dan tentu saja, dengan senang hati Anika juga memesan mushaf untuk Sabina.
Beberapa hari setelah itu, saya bertemu dengan Anika. Dia membawa sebuah kantong besar berisi mushaf. Dia lalu mengeluarkan sebuah mushaf dan berkata, "lihatlah, mushaf yang mana yang kamu mau?" Ternyata Anika membeli beberapa mushaf sekaligus. Saya lupa jumlahnya, mungkin enam atau delapan.
"Banyak sekali," ucap saya.
"Iya, ini stok. Jika ada lagi yang menginginkan mushaf, aku bisa segera memberikannya," timpal Anika.
Saya lalu memilih sebuah mushaf dan berterima kasih kepada Anika. Anika sangat senang. Tidak hanya membelikan, dia juga mau repot-repot mengantarkan mushaf itu ke rumah saya, karena dia memiliki mobil sementara saya tidak. Anika sangat senang membantu, dia bahkan berkata, "jika kamu butuh bantuan apa pun, bilang saja. Kalau aku bisa membantumu, maka aku akan membantu semampuku."
Sekarang saya sudah mengenal Anika hampir dua tahun. Tidak hanya dalam dua hal di atas saja Anika pernah membantu saya. Dia sudah pernah membantu saya dalam banyak hal, banyak sekali, baik moril maupun materil. Saya ingin membalas kebaikannya, tetapi dia cenderung sudah memiliki semua hal yang dia butuhkan. Saya hanya bisa berdoa untuknya sebagai tanda balas kebaikan-kebaikannya.
Perkenalan saya dengan muslim dan muslimah seperti Anika secara tidak sengaja seperti itu, terasa seperti kado yang sangat indah dari Allah untuk saya. Berkenalan dengan orang biasa terasa biasa saja, tetapi dengan mualaf yang menjadi ambassador agama Islam, itu menakjubkan. Saking baik dan nyamannya saya berkawan dengan Anika, rasanya seperti kami sudah saling mengenal lamaaa sekali. Seperti menemukan saudara yang lama hilang.
Saya memiliki banyak teman Jerman yang sangat baik, tetapi teman Jerman dan sekaligus muslim, 'baiknya' sangat berbeda! Mereka benar-benar dermawan dan hobi menolong orang. Mereka kadang seperti tidak begitu mempedulikan materi ataupun uang untuk menolong. Selama mereka mampu, maka yang terpenting adalah beramal shaleh. Meringankan beban orang lain saja merupakan amal shaleh, apalagi membantu hajat orang lain yang sedang terdesak. Menyisihkan sebagian dari rezeki uang juga tidak lepas dari prinsip Anika dan malaikat-malaikat semacamnya. Konsep rezeki dalam Islam benar-benar mereka pahami dengan baik.
Mereka tahu, rezeki mereka tidak berkurang jika bersadaqah, justru bertambah berlipat-lipat hingga tak terhingga. Uang yang dimiliki tidak akan mengantarkan mereka ke surga jika hanya ditumpuk dan digunakan secara pribadi saja. Sungguh pola pikir yang sangat berbeda dari kebanyakan konsep uang dan rezeki yang diyakini mayoritas orang Jerman. Anika dan saudara-saudari muslim lainnya memang bukan orang Jerman biasa, mereka adalah orang Jerman pemeluk agama Islam.
Setiap kali berjumpa dengan orang-orang hebat semacam Anika, saya selalu merasa kecil di hadapan mereka. Mereka belum lama mengenal Islam, tetapi pembuktian iman mereka jauh lebih besar dan membanggakan daripada saya yang mempelajari Islam sejak kecil. Apalagi di tengah-tengah masyarakat liberal dan materialistis di Eropa, berpegang teguh pada ajaran Islam tanpa goyah bagi "pemula" seperti mereka, kadang terlihat seperti mukjizat. Semoga mereka selalu istiqomah dan dibimbing di jalan yang benar oleh Rabb kita.
Masya Allah..senang sekali membaca ini. Bagaimana Mbak Alvianti dipertemukan dengan Anika Muller di Jerman, yang meski mualaf tapi tapi pembuktian imannya sudah sedemikian besar bahkan berupaya mengenalkan Islam pada yang lainnya.
ReplyDeleteAgak mirip ketika tahun 2009 saya pindah ke Amerika ikut suami sekolah. Saya bingung cari baju muslimah akhirnya nulis di milis freecycle (saat itu adanya itu). Enggak lama ada yang menjawab pencarian saya, Muslimah Amerika keturunan Palestina. Akhirnya kami bertukar kabar di email. Setelah tahu saya punya balita dan bayi, beberapa hari kemudian dia ke apartemen saya dan membawa beberapa kardus pakaian untuk saya dan anak-anak, mainan, buku cerita, printilan dapur, dll. Alhamdulillah
Iya alhamdulillaah. Kenalan sama sesama muslim itu suka berasa langsung jadi sodara ya, padahal beda bangsa, suka terharu deh 🥺
DeleteSubhanallah aku baca ceritanya sambil senyum-senyum bahagia. Memang terkadang orang muallaf lebih menunjukkan bukti keimanannya dan kokoh pendiriannya daripada kita yang sudah muslim sejak lahir. Banyak keistimewaan yang diperoleh orang muallaf salah satu keistimewaan terbesar yaitu diampuni segala dosa-dosanya seperti dia baru dilahirkan kedunia. Baca cerita ini jadi keinget film Merindu Cahaya De Amsel.
ReplyDeleteIya, istimewa banget mereka, jadi kayak orang yang memulai hidup baru dengan tanpa dosa
DeleteMasya Allah terharu sekali Mbak. Memang orang luar itu selalu 100% mengamalkan ajaran agama ya?
ReplyDeleteNggak semuanya juga sih bun, soalnya konsistensi itu butuh latihan dan tekad yang kuat juga, belum lagi lingkungan sama bimbingan Sang Pencipta
DeleteMasya Allah, seru sekali ceritanya, Mbak Alvi. Saya ikut bahagia dan ikut tertawa ketika tahu pemberi mushaf itu adalah Anika juga. Semoga persahabatan atas dasar iman ini kekal selamanya ya.. amin..
ReplyDeleteAamiin, iya namanya dia Jerman banget, jadi terheran-heran di awal
DeleteMemang ya, saya juga percaya kalo orang baik akan dipertemukan dengan orang baik. Masya Allah. Memang berjodoh dengan mba Anika (ceilee mba, udah kaya temen aja sok akrab wkwkk) sampai harus dipertemukan berkali2 dengan cara Allah. Jadi ikut seneng melihat cara mba Anika syiar agama Islam.
ReplyDeleteBetul banget, dan syiarnya dia lebih pede daripada dia, soalnya dia ngerasa sebagai orang pribumi, bukan orang asing
DeleteSaya tertarik dengan situs jual beli dan donasi cuma-cuma seperti yang diceritakan di atas. branag2 yang tidak lagi digunakan pemiliknya akhirnya masih bisa dimanfaatkan oleh orang lain tanpa harus dibuang ke tempat samapah ya. Ide yang bagus!
ReplyDeleteIya, di Indonesia harus ada juga tuh, pasti bakal ada banyak yang dapat manfaatnya
DeleteMasyaAllah semoga persahabatan abadi sampai jannah ya mba, aamiin. saya jadi inget kisah teman ibu saya yang muallaf juga, ujiannya justru lebih berat dan bertubi2..huhu
ReplyDeleteKadang jalan terbaik itu memang banyak ujian dan godaanya ya, semoga kita semua selalu dibimbing di jalan yang benar, aamiin
DeleteMashaAllah~
ReplyDeleteBerbagi kebaikan itu memang sebuah kebiasaan yaa.. Dan kalau sudah mendarah daging, maka apapun bisa diberikan kepada orang lain dengan hati yang bahagia.
Senang sekali membaca kisah persahabatan kak Alvi dengan sahabat Jerman, kak Muller.
Semoga Allah mengumpulkan kita dalam kebaikan dan indahnya persaudaraan di syurgaNya kelak.
Barakallahu fiikunna, sudah berbagi kisah.
Aamiin 😊
DeletePertengahan tahun lalu, saya sempat bikin akun khusus donasi pakaian gratis. Tapi lebih jalan donasi dari mulut ke mulut. Saya penasaran cara mereka bikin situs dan mekanismenya. Soalnya saya sedang merintis hal sama.
ReplyDeleteItu sebetulnya situs jual beli biasa kak, tapi ada pilihan untuk menawarkan barang secara cuma-cuma juga. Di sini banyak juga grup khusus untuk itu di facebook, semacam grup free your stuff gitu, siapa aja boleh menawarkan barang apa aja dan tinggal komen atau pm kalau tertarik. Barangnya bisa diambil langsung atau dipaketin, ongkirnya ditanggung sama yg berminat sama barang yg ditawarkan. Mungkin ini bisa jadi ide kak 😊
Deletewah harusnya kita bisa banyak belajar ya pada muallaf yang benar-benar berusaha mengamalkan ajaran islam dengan baik seperti bersedekah ini. jadi ingat saya dengan film 99 cahaya di langit eropa yang juga menggambarkan kehidupan umat muslim di eropa
ReplyDeleteIya kita bisa belajar banyak banget dari mereka bun...
DeleteKeren banget masha Allah, saya bacanya kok terharu ya? Haha baik banget ya Mbak. Alhamdulillah berkenalan dan berteman dengan orang-orang baik di negeri sana. Inspiring banget ya mereka. Tapi Mbak Alvi juga nggak kalah baik sama mereka kok..
ReplyDeleteAlhamdulillaah kalo sharing saya bisa inspiring 😊
DeleteWah inspiratif sekali ceritanya mbak
ReplyDeletePasti senang ya bisa bertemu dengan teman yg membuat kita nyaman
Iya seneng banget, alhamdulillaah selalu nambah temen yang baik-baik
DeleteNyes rasanya membaca kebaikan Anika ini. Masya Allah... luar biasa. Si Kristen Steward berhijab ini amat menyenangkan untuk dijadikan teman yaaa...
ReplyDeleteSaya juga punya teman di sana mba, hanya via korespondensi aja sih. Kami kenalan gara-gara hobi saling tukar kartu pos. Baiknya luar biasa. Tiba-tiba mengirim paket ke Indonesia, isinya buku anak2 utk anak keduaku dan seperangkat gelang-kalung handmade untuk anak gadisku yang waktu itu masih SD. Luar biasa memang baiknya.
Mereka kalo mau ngasih sesuatu bisa jadi royal banget emang. Giliran saya mau ngasih hadiah apa, malah bingung sendiri 🤦♀️
DeleteMasha Allah, sungguh beruntung punya teman seperti anika ya mba. Saya nitip salam sama anika dong.
ReplyDeleteInsya Allah disampaikan salamnya kalau nggak lupa hehe
Deleteindah sekali kisah pertemuannya dengan seorang mualaf bernama Anika Muller di Jerman mba, mashaAllah. Jujur aku salut banget sama mereka yang bisa jadi mualaf di negara yang bukan mayoritas muslim. Aku sendiri bangga sama ke konsistenan mereka. Semoga Allah selalu menjaga persaudaraan mba Alvianti dengan Muller ya, amin :)
ReplyDeleteAamiin 😊
DeleteKadang kita dipertemukan oleh orang yang bukan saudara namun rasa saudara ya mbak.Dan masha Allah banget mereka teman baru yang muallaf ya mbak. pastinya tantangan banget menjadi muallaf di negara yang mayoritas bukan muslim
ReplyDeleteIya alhamdulillaah jauh dari saudara tapi tetep dapet saudara baru
Delete